Semuanya bermula dari lingkaran kecil ini...
Ada banyak cinta yang terserak di lingkaran kecil yang terhimpun untuk ditebar di lingkaran yang lebih besar..
Ada persaudaraan tak bersekat yang terjalin di lingkaran kecil ini,
untuk tegaknya persaudaraan di lingkaran yang lebih besar ..
Ada banyak hikmah yang terurai di lingkaran kecil ini, untuk tersemainya hikmah di lingkaran yang lebih besar ..
Ada banyak latihan-latihan keikhlasan di lingkaran kecil ini, untuk bisa tetap ikhlas di lingkaran yang lebih besar ..
Ayok melingkar ... :)
(Ust. Rudy Prianto)
dakwatuna.com - Tahukah kamu lingkaran apa yang
paling meneguhkan? Yang meneguhkan keimanan, membakar semangat,
menggelora daya juang, mengukuhkan azzam, meneduhkan hati, menjernihkan
pikiran, mengokohkan kedudukan, menyalurkan peran, mengikis keangkuhan,
menepis kesombongan, mematikan dengki, meredam amarah, melebur serpihan
kebatilan. Semua bersatu padu, seakan-akan memiliki kutub magnet di
masing-masing sudutnya yang saling tarik menarik dengan kuatnya, demi
mengukir cita untuk menyambung keteladanan sejarah dengan membina sang
penggagas kebangkitan, yakni para pemuda intelektual yang ditempa dengan
kekuatan tarbiyah.
Yaa, ini lingkaran suci itu. Sebuah halaqah
ilmu. Bernuansa majelis kecil yang dinaungi oleh para malaikat, ketika
mereka bertatap muka, berjabat tangan, menyandungkan bait-bait kalam
ilahi, berbagi pengetahuan, hingga di akhir, ketika halaqah ditutup
dengan lafazh hamdalah. Seiring itu pula para malaikat melangkah kembali
menuju Sang Pemilik Semesta. Mereka berhimpun dalam naungan cinta
ilahi. Yang merupakan langkah awal nan pasti dari sebuah halaqah ilmu,
Liqa’.
Heran bercampur kagum, raga ini pun masih bertanya-tanya
kekuatan apa yang bersembunyi di balik hangatnya lingkaran ini hingga
mampu menyihir para aktivis yang dengan antusias ingin memperlebar
cakrawala ilmu. Mencari asupan ruh baru. Ruh yang berperan memperbaharui
ruhiyah, yang mungkin dengan bergulirnya waktu sedikit demi sedikit
terkikis oleh kebatilan yang menyeruak seantero jagat raya yang begitu
fana, mengandung berjuta kenikmatan semu.
Aku pun teringat akan indahnya kata-kata Rasulullah yang direkam oleh Imam Muslim,
“…Ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapati para sahabat duduk dalam
halaqah (lingkaran). Beliau bertanya, Apakah yang mendorong kalian
duduk seperti ini?”. Mereka menjawab, “kami duduk berdzikir dan memuji
Allah atas hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam”. Maka
Rasulullah bertanya, “Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan untuk
itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah kami tidak duduk kecuali untuk itu.”
Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena
ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Allah
membanggakan kalian di depan para malaikat.” (H.R. Muslim)
Sungguh,
kali ini aku paham mengapa jasadku begitu sejuk ketika keluar dari
majelis itu. Aku sadar mengapa hatiku betapa jernih dan putih layaknya
kapas yang tanpa noda ketika lingkaran itu ditutup. Aku ingat betapa
mewahnya celupan warna Ilahi, memintal sulam jiwaku untuk kemudian
digenggam-Nya. Tak lama kemudian, kuputar rekaman sejarah dalam setiap
pertemuan. Menelusuri setiap jejak pertalian kebersamaan, mengais
keberkahan Sang Maha Indah, yang kemudian ditenun menjadi jalinan cinta
di jalan-Nya untuk saling menyuapi ilmu yang dimiliki.
Tentu saja
dalam kumpulan kecil ini kami mengingat Allah, agar Allah mengingat kami
dalam kumpulan yang lebih baik. Kami membaca Kitabullah, mengupas
isinya, lalu kami dapati bahwa Al-Quran menyuguhkan kami sebuah
kenikmatan untuk saling bersaudara dalam cinta dan mentauhidkan Allah.
Tidak ada tekad ketika bubar selain saling menguatkan, mendoakan, untuk
kemudian muncul suatu harap agar apa yang kami bahas menjadi amal
kenyataan. Teringatku pula akan janji Allah ini dalam senandung uraian
kata cinta dari Baginda Rasulullah, “Tidaklah suatu kaum berjumpa di
suatu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah, dan
mempelajarinya di antara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka,
rahmat meliputi majelisnya, para Malaikat menaungi mereka, dan Allah
menyebut-nyebut mereka dengan bangga di depan malaikat-malaikat yang ada
di sisiNya.” (H.R. Muslim). Subhanallah, inilah ketenangan di mana
aku dan mereka yang menjadi sahabat seperjuangan rasakan dalam majelis
ilmu ini. Ketenangan hakiki. Keinginan untuk selalu berjumpa. Menanti
kedatangan minggu berikutnya untuk kembali menyalurkan hasrat cinta,
didekap erat oleh sang Murabbiyah.
Setelahnya, pikirku kembali
menerawang. Menuju suatu titik yang tak berujung. Membayangkan bagaimana
jika ada seseorang yang tanpa sengaja ikut duduk bersimpul bersama
kami. Mendengarkan taujih terbaik dari sang mentor. Membayangkan
seseorang yang asing tiba-tiba hinggap dalam majelis kami. “Apakah dia
juga akan mendapat apa yang kami dapat?”, pikirku. Padahal skenario ini
tanpa perencanaan darinya. Berbeda dengan kami yang dengan rajinnya
menjadikan majelis ini sebagai rutinitas pekan yang tak boleh
dilewatkan. Jadwal yang telah tersusun. Serta pembagian tugas untuk Fastabiqul Khoirot telah dirangkai indah. Sejenak ku terdiam, tersentak akan suatu hadits yang menyatakan, “…
Seorang malaikat berkata, “Rabbi, di majelis itu ada orang yang bukan
dari golongan mereka, hanya bertepatan ada keperluan maka datang ke
majelis itu. Allah berfirman, “Mereka adalah ahli majelis yang tiada
akan kecewa siapa pun yang duduk membersamainya!” (Mutaffaq ‘Alaih, dari
Abu Hurairah).
Lagi-lagi bibir ini bergeming, seraya
menghadirkan rasa syukur terbaik untukNya. Atas apa yang Allah janjikan
ketika kita telah menjadi bagian dari halaqah (lingkaran) itu. Suatu
kepastian yang nyata, ketenangan hakiki yang dibersamai langsung oleh
kaum yang berasal dari nuur (cahaya). Maka, apa yang engkau
cari sekarang sahabat? Mari bergabung bersama kami, bersama mereka, yang
senantiasa menghidupkan halaqah untuk mengais mata rantai
ilmuNya. Untuk pertemuan ini, aku berpartisipasi sebagai peserta atau
pendengar. Kemudian bertukar peran menjadi pengisi dalam majelis ilmu
lainnya. Sahabat, begitu nikmat halaqah ini. Temuilah atmosfir cinta
dalam majelis kecil ini. Untuk saling mengasah dan memperbaharui iman.
Karena sejatinya ruhiyahmu harus senantiasa di-upgrade keberadaannya.
Ayok melingkar ... :)
(Ust. Rudy Prianto)
Yaa, ini lingkaran suci itu. Sebuah halaqah
ilmu. Bernuansa majelis kecil yang dinaungi oleh para malaikat, ketika
mereka bertatap muka, berjabat tangan, menyandungkan bait-bait kalam
ilahi, berbagi pengetahuan, hingga di akhir, ketika halaqah ditutup
dengan lafazh hamdalah. Seiring itu pula para malaikat melangkah kembali
menuju Sang Pemilik Semesta. Mereka berhimpun dalam naungan cinta
ilahi. Yang merupakan langkah awal nan pasti dari sebuah halaqah ilmu,
Liqa’.
Heran bercampur kagum, raga ini pun masih bertanya-tanya
kekuatan apa yang bersembunyi di balik hangatnya lingkaran ini hingga
mampu menyihir para aktivis yang dengan antusias ingin memperlebar
cakrawala ilmu. Mencari asupan ruh baru. Ruh yang berperan memperbaharui
ruhiyah, yang mungkin dengan bergulirnya waktu sedikit demi sedikit
terkikis oleh kebatilan yang menyeruak seantero jagat raya yang begitu
fana, mengandung berjuta kenikmatan semu.
Aku pun teringat akan indahnya kata-kata Rasulullah yang direkam oleh Imam Muslim,
“…Ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapati para sahabat duduk dalam
halaqah (lingkaran). Beliau bertanya, Apakah yang mendorong kalian
duduk seperti ini?”. Mereka menjawab, “kami duduk berdzikir dan memuji
Allah atas hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam”. Maka
Rasulullah bertanya, “Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan untuk
itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah kami tidak duduk kecuali untuk itu.”
Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena
ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Allah
membanggakan kalian di depan para malaikat.” (H.R. Muslim)
Sungguh,
kali ini aku paham mengapa jasadku begitu sejuk ketika keluar dari
majelis itu. Aku sadar mengapa hatiku betapa jernih dan putih layaknya
kapas yang tanpa noda ketika lingkaran itu ditutup. Aku ingat betapa
mewahnya celupan warna Ilahi, memintal sulam jiwaku untuk kemudian
digenggam-Nya. Tak lama kemudian, kuputar rekaman sejarah dalam setiap
pertemuan. Menelusuri setiap jejak pertalian kebersamaan, mengais
keberkahan Sang Maha Indah, yang kemudian ditenun menjadi jalinan cinta
di jalan-Nya untuk saling menyuapi ilmu yang dimiliki.
Tentu saja
dalam kumpulan kecil ini kami mengingat Allah, agar Allah mengingat kami
dalam kumpulan yang lebih baik. Kami membaca Kitabullah, mengupas
isinya, lalu kami dapati bahwa Al-Quran menyuguhkan kami sebuah
kenikmatan untuk saling bersaudara dalam cinta dan mentauhidkan Allah.
Tidak ada tekad ketika bubar selain saling menguatkan, mendoakan, untuk
kemudian muncul suatu harap agar apa yang kami bahas menjadi amal
kenyataan. Teringatku pula akan janji Allah ini dalam senandung uraian
kata cinta dari Baginda Rasulullah, “Tidaklah suatu kaum berjumpa di
suatu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah, dan
mempelajarinya di antara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka,
rahmat meliputi majelisnya, para Malaikat menaungi mereka, dan Allah
menyebut-nyebut mereka dengan bangga di depan malaikat-malaikat yang ada
di sisiNya.” (H.R. Muslim). Subhanallah, inilah ketenangan di mana
aku dan mereka yang menjadi sahabat seperjuangan rasakan dalam majelis
ilmu ini. Ketenangan hakiki. Keinginan untuk selalu berjumpa. Menanti
kedatangan minggu berikutnya untuk kembali menyalurkan hasrat cinta,
didekap erat oleh sang Murabbiyah.
Setelahnya, pikirku kembali
menerawang. Menuju suatu titik yang tak berujung. Membayangkan bagaimana
jika ada seseorang yang tanpa sengaja ikut duduk bersimpul bersama
kami. Mendengarkan taujih terbaik dari sang mentor. Membayangkan
seseorang yang asing tiba-tiba hinggap dalam majelis kami. “Apakah dia
juga akan mendapat apa yang kami dapat?”, pikirku. Padahal skenario ini
tanpa perencanaan darinya. Berbeda dengan kami yang dengan rajinnya
menjadikan majelis ini sebagai rutinitas pekan yang tak boleh
dilewatkan. Jadwal yang telah tersusun. Serta pembagian tugas untuk Fastabiqul Khoirot telah dirangkai indah. Sejenak ku terdiam, tersentak akan suatu hadits yang menyatakan, “…
Seorang malaikat berkata, “Rabbi, di majelis itu ada orang yang bukan
dari golongan mereka, hanya bertepatan ada keperluan maka datang ke
majelis itu. Allah berfirman, “Mereka adalah ahli majelis yang tiada
akan kecewa siapa pun yang duduk membersamainya!” (Mutaffaq ‘Alaih, dari
Abu Hurairah).
Lagi-lagi bibir ini bergeming, seraya
menghadirkan rasa syukur terbaik untukNya. Atas apa yang Allah janjikan
ketika kita telah menjadi bagian dari halaqah (lingkaran) itu. Suatu
kepastian yang nyata, ketenangan hakiki yang dibersamai langsung oleh
kaum yang berasal dari nuur (cahaya). Maka, apa yang engkau
cari sekarang sahabat? Mari bergabung bersama kami, bersama mereka, yang
senantiasa menghidupkan halaqah untuk mengais mata rantai
ilmuNya. Untuk pertemuan ini, aku berpartisipasi sebagai peserta atau
pendengar. Kemudian bertukar peran menjadi pengisi dalam majelis ilmu
lainnya. Sahabat, begitu nikmat halaqah ini. Temuilah atmosfir cinta
dalam majelis kecil ini. Untuk saling mengasah dan memperbaharui iman.
Karena sejatinya ruhiyahmu harus senantiasa di-upgrade keberadaannya.